Detik-detik ini dikenal dengan masa runtuhnya berbagai
wacana besar. Modernisme sebagai wujud isme krisis kemanusiaan akibat ancaman
nuklir, AIDS atau kerusakan sistem sosial yang terus berkembang kepada
keakcauan sistem. yang telah membuktikan keberhasilannya menjadi penguasa
jaman, saat ini terus mengalami goncangan hebat semenjak kritik pedas dari
berbagai kalangan akibat efek samping yang mengerikan sehingga terjadinya
kerusakan lingkungan dan
Namun cara berfikir yang memandang bahwa masa sebelumnya,
abad pertengahan, sebagai massa yang lebih baik juga tidak bisa dibenarkan.
Secara bijak, lebih baik kita memandang fase-fase peradaban manusia ini sebagai
sebuah pelajaran, khususnya untuk membangun peradaban baru pengganti
modernisme.
Bila kita mencoba memandang awal kelahiran modernisme, kita
akan melihat sebuah proses revolusi peradaban yang berawal dari revolusi
pemahaman manusia tentang tentang cara pandang terhadap realitas melalui fisika
di tangan Descartes. Disaat itu Descartes membangun sebuah wacana besar tentang
metode pemahaman realitas yang bertumpu pada konsep Democritus yang membagi
realitas ke dalam atom-atom penyusun realitas dan kemudian dicari sistemnya
terhadap keseluruhan. Di tangan Descartes dan para pengikutnya inilah kemudian
Fisika yang menjadi Geometris menjelma sebagai bentuk ideologi besar
modernisme, bahkan kemudian setelah meruntuhkan dominasi gereja bisa menjadi
‘satu-satunya’ tafsir kebenaran terhadap segala macam realitas. Alam di dalam
tafsir ala Descartes merupakan sebuah alam yang ‘lansung jadi’ dan tidak
memiliki perubahan. Sistemnya tetap,begitu juga elemen pembentuk alam.
Setelah konsepsi Descartes mempengaruhi segala macam
kehidupan, termasuk tatanan sosial di tengan Bacon dan Comte, kemudian alam
fikiran modern mengenal seorang Lamarck dan Darwin dengan teori evolusinya di
bidang Biologi . Walaupun keduanya sejatinya berbeda dalam memaknai proses
evolusi, namun konsep evolusi ini merupakan sebuah revisi terhadap konsep ala
Descartes yang menganggap alam sebagai sebuah sistem yang tetap. Ternyata ide
Darwin ini kemudian mendapat dukungan dari generasai berikutnya, yang kemudian
abad modern mengenal Karl Marx yang dikenal sebagai seorang Darwinian Sosial
yang menganggap bahwa preses pergantian sosialpun memerlukan seleksi alam,
bahkan dihalalkan adanya konflik untuk keluar sebagai pemenang dalam proses
seleksi alam.
Setelah dunia mengenal Newton, kemudian Fisika mengalami
proses penyempurnaan lagi. Realitas yang terdiri atas sistem dan elemen
pembentuk sistem (Descates), dan realitas yang sejatinya mengalami sebuah
evolusi terus menerus (Darwin) di terangkan oleh Newton dalam Mekanika. Wacana
besar pembentuk modernisme di tangan Newton bisa dibilang sempurna. Dan wacana
besar Descartes, Darwin dan Newton ini yang kemudian menjadi fondasi
modernisme. Apalagi ketiga konsep besar itu menemukan bentuk fungsionalnya
dalam teknologi ditangan para teknolog, sebuah revolusi industri telah dialami
oleh ummat manusia semenjak akhir abad ke -17.
Membaca Jaman Baru
Belajar dari kebijaksanaan Klasik Cina yang sering disitir
Fritjof Capra, keadaan Krisis yang dialamai dunia saat ini tidak perlu selalu
dimaknai sebagai sebuah keadaan negatif. Di dalam kebijaksanaan klasik Cina,
konsep ‘krisis’ menggunakan kata weiji yang terdiri dari huruf-huruf yang
berarti “ bahaya” dan “kesempatan” . Artinya, krisis dalam proses transisi ini
selain mengandung bahaya juga mengandung kesempatan yang bisa membuat kondisi
ummat manusia menjadi lebih baik.
Melihat proses kelahiran modernisme di atas, bisa dikatakan
peran Sains ( atau lebih tepatnya Natural Science) dalam menentukan arah
peradaban cukup besar. Dimana para Saintis yang memiliki kompetensi filosofis
tersebut ternyata terbukti bisa menggiring sejarah ummat manusia. Begitu juga
peran Teknologi, dimana ketika Sains memiliki peran besar dalam proses
pembentukan wacana besar yang menjadi fondasi ‘kebenaran’, Teknologi sebagai
bentuk aplikasi Sains memiliki peran besar dalam realitas sosial. Pendek kata,
Sains bisa bermain di ‘langit’ dan teknologi bisa bermain di ‘bumi’.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar