BAB 10
PENDAPATAN NASIONAL
1. Perputaran Roda
Perekonomian
Pertumbuhan ekonomi suatu negara
biasanya dihitung berdasarkan pertumbuhan ril dari GDP negara tersebut, yakni
seberapa besar GDP negara bertambah secara ril dari tahun ke tahun. Pertumbuhan
ini dihitung dengan cara membagi nilai dari output suatu sektor ekonomi pada
tahun tertentu dengan nilai output sektor tersebut pada tahun sebelumnya dan
dikali 100 % kemudian dikurangi 100. Bila GDP mengalami pertumbuhan yang tinggi
berarti pendapatan masyarakat juga akan mengalami pertumbuhan yang tinggi,
terlepas dari siapa atau kelompok mana dari masyarakat yang menerima pendapatan
tersebut. Untuk dapat memahami lebih dalam tentang GDP perhatikan Lampiran GDP
Indonesia menurut lapangan usaha berdasarkan harga yang berlaku dan harga
konstan.
a. Pengeluaran Agregat (Aggregate Spending)
Seperti diterangkan diatas bahwa GDP dapat
dihitung dari sisi pengeluaran aggregate (Aggregate Spending) pelaku ekonomi
dalam suatu negara. Pengeluaran aggreaget ini sama dengan Permintaan Agregat
karena konsekuensi dari permintaan adalah adanya pengeluaran oleh rumah tangga,
investor, pemerintah dan eksportir untuk membeli barang dan jasa. Pengeluaran
Aggregate dapat dikelompokkan atas empat komponen, yaitu:
a. pengeluaran konsumsi rumah tangga,
b. pengeluaran invesatasi oleh pengusaha
(bisnis),
c. pengeluaran pemerintah, dan
d. permintaan luar negeri.
Berikut akan diuraikan satu persatu dari komponen Agregat
Demand atau Agregat Spending tersebut.
a.
Pengeluaran Konsumsi
Merupakan bagian terbesar dari permintaan agregat yaitu berupa permintaan
dari konsumen terhadap barang dan jasa yang dibutuhkan dalam kehidupan
sehari-hari. Konsumsi ini memegang peranan penting dalam perekonomian menurut
teori Keynesian karena akan menentukan output dan pendapatan masyarakat suatu
negara. Kontribusi konsumsi terhadap pembentukan GDP di Indonesia diperkirakan
sebesar 65% dari total GDP. Konsumsi dapat dibagi atas tiga kategori yaitu
barang tanah lama (durable goods) seperti mobil, barang tidak tahan lama
(nondurable goods), dan jasa (services). Dari sisi asal barang maka barang dan
jasa yang dikonsumsi oleh konsumen dalam negeri terdiri dari barang produksi
dalam negeri dan barang /jasa yang diproduksi oleh negara lain yang diimport ke
Indonesia. Dalam penghitungan GDP angka import ini harus dikeluarkan dari angka
GDP.
b.
Pengeluaran Pemerintah
Yang termasuk dalam pengeluaran pemerintah adalah semua pengeluaran
pemerintah yang diperlukan agar roda pemerintahan dapat berjalan dengan baik. Pengeluaran
pemerintah ini tercantum dalam Anggaran Belanja dan Pendapatan Nasional (APBN).
Barang dan jasa yang dibeli oleh pemerintah tidak dihitung nilai tambahnya
(value added) seperti halnya pada barang konsumsi karena barang dan jasa yang
diproduksi oleh pemerinatah pada umumnya adalah gratis. Pengeluaran pemerintah
seperti uang pensiun (transer of payment) tidak dihitung dalam GDP karena
pengeluaran tersebut bukan merupakan pembelian terhadap barang atau jasa yang
baru diproduksi.
c.
Pengelauran Investasi
Investasi
adalah tambahan terhadap akumulasi modal (physical stock of capital) ditambah
dengan perobahan persediaan (inventory changes). Tetapi transaksi saham tidak
termasuk dalam penambahan stok modal. Jadi investasi adalah aktifitas yang bisa
meningkatkan kemampuan ekonomi dalam memproduksi barang dan jasa dimasa
mendatang. Contohnya adalah pembelian barang investasi, peralatan, dan
pembangunan rumah baru. Sewa dari tumah tersebut dihitung sebagai konsumsi.
Permintaan Ekspor Bersih (Net Export)
Komponen terakhir dari GDP adalah
net export yaitu selisih antara export dan import (X – M). Export merupakan GDP
dari dalam negeri karena merupakan barang atau jasa yang diproduksi di dalam
negeri, tetapi tidak dikonsumsi di dalam negeri. Barang ekspor akan dibeli atau
dikonsumsi oleh rumah tangga, investor, atau pemerintah negara asing sedangkan
import adalah barang yang diproduksi di luar negeri, berarti adalah GDP negara
asing.
Dalam GDP yang dihitung adalah
net ekspor untuk menghindari penghitungan dua kali (double counting). Barang
dan jasa yang dibeli oleh rumah tangga, investor, dan pemerintah tidak semuanya
diproduksi di dalam negeri tetapi beberapa barang yang dibeli tersebut berasal
dari luar negeri. Jadi komponen pengeluaran aggeregate yang diuraikan diatas -
pengeluaran rumah tangga, investor dan pemerintah – sebagiannya adalah barang
yang diproduksi di luar negeri, berarti adalah GDP negara asing atau bukan
merupakan GDP Indonesia. Karena itu untuk mengkoreksinya maka ekspor harus
dikurangi dengan impor agar barang import tidak terhitung sebagai GDP kita,
karena yang termasuk dalam GDP Indonesia adalah konsumsi rumah tangga berupa
barang-barang produksi dalam negeri, ditambah dengan belanja barang investor,
ditambah belanja barang pemerintah dan ditambah dengan nilai barang yang
diekspor ke luar negeri. Barang-barang import yang telah dikonsumsi oleh
konsumen dalam negeri tidak bisa dihitung sendiri karena telah masuk dalam
perhitugan jumlah konsumsi. Nilai barang import ini tentu sama dengan jumlah nilai
barang yang diimport yang tercatat di Bea dan Cukai sehingga dengan
mengeluarkannya dari angka export maka sama dengan mengeluarkannya dari angka
konsumsi barang import.
b. Metode Penghitungan Pendapatan Nasional
Ada 3 konsep pendekatan yang dapat digunakan untuk menghitung pendapatan
nasional, antara lain adalah seperti ini :
a.
Pendekatan produksi
Dengan cara menjumlahkan seluruh pendapatan
(upah, sewa, bunga, dan laba) yang diterima rumah tangga konsumsi dalam suatu
negara selama satu periode tertentu.
Rumus :
Y = C + I + G + (X – M)
Keterangan:
Y = Pendapatan Nasional
C = Konsumsi
I = Investasi
G = Pemerintah
X = Expor
M = Impor
Contoh soal :
Nilai barang dan jasa yang di produksi di
suatu Negara dalam satu tahun dengan cara menjumlahkan value added tiap proses
produksi
Formula :
Y = ∑Pi.Qi
Contoh:
Nilai penjualan seluruh perusahaan
tergolong kain batik Rp 2.000 juta, bahan mentah dibutuhkan bernilai Rp. 500
juta. Maka sumbangan industri batik pada pendapatan nasional adalah
Rp. 2000 juta – Rp. 500 juta = 1.500 juta.
Perhatikan tabel berikut!
Jenis barang Harga (Rp.) Jumlah barang
Kapas 6.000 30.000
Benang 8.000 25.000
Kain 13.000 15.000
Baju 25.000 10.000
Jumlah 52.000 80.000
Tentukan jumlah pendapatan nasionalnya
Jawab:
Jenis barang Harga Nilai tambah Jumlah
barang Pendapatan
Kapas 6.000 6.000 30.000 180.000.000
Benang 8.000 2.000 25.000 50.000.000
Kain 13.000 5.000 15.000 75.000.000
Baju 25.000 12.000 10.000 120.000.000
Jumlah 52.000 27.000 80.000 425.000.000*
*Jadi, perkiraan pendapatan nasionalnya
sebesar Rp. 425.000.000,00
b.
Pendekatan pendapatan
Dengan cara menjumlahkan nilai seluruh
produk yang dihasilkan suatu negara dari bidang industri, agraris, ekstraktif,
jasa, dan niaga selama satu periode tertentu.
Rumus:
Y = R + W + I + P
Dimana:
Y = Pendapatan Nasional
W = Wage (upah tenaga kerja)
R = Rent (sewa tanah / alam)
I = Interest (Bunga)
P = Profit (Laba)
c.
Pendekatan pengeluaran
Dengan cara menghitung jumlah seluruh
pengeluaran untuk membeli barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu negara
selama satu periode tertentu. Siklus aliran pendapatan (circular flow) dan
interaksi antar pasar.
·
Siklus Aliran Pendapatan
Jenis circular flow mengklasifikasikan pada beberapa sektor perekonomian,
antara lain adalah sektor: Rumah Tangga, Perusahaan, Pemerintah, dan sector
Luar Negeri
·
Interaksi antar pasar
Interaksi
pasar dalam menganalisis ekonomi makro, dipersempit dengan menjadikan tiga
pasar utama. Pasar utama itu adalah Pasar Barang Dan Jasa, Pasar Tenaga Kerja,
dan Pasar Uang Dan Modal.
Rumus:
NT = NO-NI
Dimana :
NT = Nilai Tambah (Pendapatan
Nasional)
NO = Nilai Output(Penjualan)
NI = Nilai Input(Pembelian)
Sehingga untuk menghitung
pendapatan suatu negara secara keseluruhan, dapat dihitung pula dengan cara:
Y = Ʃ NTi . Qi
Dimana:
Y = Pendapatan Nasional
NTi = Nilai Tambah
Qi = Jumlah Barang
Contoh soal pendekatan pendapatan dan pengeluaran:
1.
Pendapatan yang diperoleh masyarakat dalam suatu
perekonomian sebagai berikut:
Upah
dan gaji Rp 15.000.000,-
Sewa tanah Rp 9.250.000,-
Konsumsi Rp 18.000.000,-
Pengeluaran pemerintah Rp
14.000.000,-
Bunga Modal Rp 3.500.000,-
Keuntungan Rp 12.000.000,-
Investasi Rp 4.500.000,-
Ekspor Rp 12.500.000,-
Impor Rp 7.250.000,-
Tentukan pendapatan nasional
pendekatan pendapatan dan pendekatan pengeluaran!
Jawaban:
1.
Pendekatan Pendapatan
Y = R + W + I + P
= 9.250.000 + 15.000.000 +
3.500.000 + 12.000.000
= Rp. 39.750.000,-
2.
Pendekatan Pengeluaran
Y = C + G + I + (X – M)
= 18.000.000 + 14.000.000 +
4.500.000 + (12.500.000 – 7.250.000)
= Rp. 39.750.000,-
Jadi, perkiraan nilai pendapatan
nasionalnya adalah Rp. 39.750.000,00
Nilai penjualan seluruh
perusahaan tergolong kain batik Rp 2.000.000.000, bahan mentah dibutuhkan
bernilai Rp. 500.000.000. Tentukan sumbangan industri batik pada pendapatan
nasional!
Jawaban:
NT = NO – NI
= Rp. 2000.000.000 – Rp.
500.000.000 = Rp. 1.500.000.000
Jadi, sumbangan pada pendapatan
nasional sebesar Rp. 1.500.000,00
3. Masalah dan
Keterbatasan Penghitungan PDB
a. Perhitungan PDB
dan Analisa Kemakmuran
Perhitungan PDB akan memberikan
gambaran ringkas tentang tingkat kemakmuran suatu negara, dengan cara
membaginya dengan jumlah penduduk (disebut PDB per kapita). Menurut PBB, sebuah
negara dikatakan miskin bila PDB per kapitanya lebih kecil daripada US$ 450,00.
Berdasarkan standar ini, maka sebagian besar negara-negara di dunia adalah
negara miskin. Suatu negara dikatakan makmur/kaya bila PDB perkapita lebih
besar daripada US$ 800.
Kelemahan dari pendekatan di atas
adalah tidak memperhatikan aspek distribusi pendapatan. Akibatnya angka PDB per
kapita kurang memberikan gambaran rinci tentang kondisi kemakmuran suatu
negara. Misalnya, walaupun Amerika Serikat yang PDB perkapitanya US$ 29.080
(tahun 1997), namun negara itu masih terus bergelut dengan masalah kemiskinan
dan pengangguran, terutama di kalangan warga kulit hitam ataupun pendatang
(kulit berwarna). Bahkan secara absolut tampaknya jumlah penduduk miskin di
Amerika serikat akan bertambah.
Faktor utama pemicu gejala di
atas adalah masalah distribusi pendapatan.
Walaupun distribusi pendapatan di
USA relatif baik, tetapi belum sempurna untuk membuat seluruh penduduknya
menjadi makmur. Bahkan untuk faktor produksi non tenaga kerja, terutama uang
dan modal, distribusi penguasaannya sangat buruk. Pada tahun 1996, sekitar 46%
aset finansial dikuasai hanya oleh
sekitar 1% penduduk.
b. Perhitungan PDB
dan Masalah Kesejahteraan Sosial
Umumnya ukuran tingkat
kesejahteraan yang dipakai adalah tingkat pendidikan, kesehatan dan gizi,
kebebasan memilih pekerjaan dan jaminan masa depan yang lebih baik. Ada
hubungan yang positif antara tingkat PDB per kapita dengan tingkat
kesejahteraan sosial. Makin tinggi PDB per kapita, tingkat kesejahteraan sosial
makin membaik. Hubungan ini dapat dijelaskan dengan menggunakan logika
sederhana. Jika PDB per kapita mkin tinggi, maka daya beli masyarakat,
kesempatan kerja serta masa depan perekonomian makin membaik. Sehingga gizi,
kesehatan, pendidikan, kebebabasan memilih pekerjaan dan jaminan masa depan,
kondisinya makin meningkat. Tapi dengan catatan, peningkatan PDB per kapita
disertai perbaikan distribusi pendapatan.
Masalah mendasar dalam
perhitungan PDB adalah tidak diperhatikannya dimensi nonmaterial. Sebab PDB
hanya menghitung output yang dianggap memenuhi kebutuhan fisik/ materi yang
dapat diukur dengan nilai uang. Sedangkan output yang tidak terukur dengan
uang, misalnya ketenangan batin yang diperoleh dengan menyandarkan hidup pada
norma-norma agama/spiritual tidak dihitung. Sebab, dalam kenyataannya kebahagiaan
tidak hanya ditentukan oleh tingkat kemakmuran, tetapi juga ketenangan batin.
Jadi kita tidak bisa serta merta
mengatakan bahwa kesejahteraan sosial di negara-negara kaya(Amerika Serikat dan
Jepang) adalah jauh lebih baik dibanding di negara-negara miskin (misal Bhutan
dan Nepal). Karena, tingkat kejahatan dan tingkat bunuh diri di negara-negara
kaya tersebut lebih tinggi di banding negara-negara miskin.
c. PDB Per Kapita
dan Masalah Produktivitas
Untuk memperoleh perbandingan
produktivitas antar negara, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan:
Jumlah dan komposisi penduduk : Bila jumlah
penduduk makin besar, komposisi-nya sebagian besar adalah penduduk usia kerja
(15-64 tahun) dan berpendidikan tinggi (> SLA), maka tingkat output dan
produktivitasnya dapat makin baik.
·
Jumlah dan struktur kesempatan kerja :
Jumlah kesempatan kerja yang
makin besar memperbanyak penduduk usia kerja yang dapat terlibat dalam proses
produksi. Tetapi komposisi kerja pun mempengaruhi tingkat produktivitas.
Sekalipun kesempatan kerja sangat besar, tetapi semuanya adalah kesempatan
kerja sektor pertanian, produktivitas pekerja juga tidak tinggi. Sebab sektor
pertanian umumnya memiliki nilai tambah yang rendah. Jika kesempatan kerja yang
dominan berasal dari sektor kegiatan ekonomi modern (industri dan jasa), maka
output per pekerja akan relatif tinggi, karena nilai tambah kedua sektor
tersebut amat tinggi.
·
Faktor-faktor nonekonomi :
Yang tercakup dalam
faktor-faktor nonekonomi antara lain etika kerja, tata nilai, faktor kebudayaan
dan sejarah perkembangan. Jepang pantas menjadi negara yang produktif sebab
selain jumlah penduduk yang banyak, berpendidikan tinggi dan umumnya bekerja di
sektor modern, mereka juga memiliki etika kerja yang baik, menjujung tinggi
kejujuran dan penghargaan tergadap senior. Dan Jepang juga merupakan negara
yang selama kurang lebih 3.000 tahun terus menerus membangun dirinya menjadi
bangsa modern, walaupun pembangunan ekonomi modernnya baru dimulai dua abad
yang lalu.
d. Penghitungan PDB
dan Kegiatan-kegiatan Ekonomi Tak Tercatat (Underground Economi)
Angka statistik PDB Indonesia
yang dilaporkan oleh Badan Pusat Statistik hanya mencatat kegiatan-kegiatan
ekonomi formal. Karena itu, statistik PDB belum mencerminkan seluruh aktivitas
perekonomian suatu negara. Misalnya, upah pembantu rumah tangga di Indonesia
tidak tercatat. Begitu juga dengan kegiatan petani buah yang langsung menjual
produknya ke pasar. Di negara-negara berkembang, keterbatasan kemampuan
pencatatan lebih disebabkan oleh kelemahan administratif dan struktur kegiatan
ekonomi masih didominasi oleh kegiatan pertanian dan informal. Tetapi di
negara-negara maju, kebanyakan kegiatan ekonomi yang tak tercatat disebabkan
oleh karena kegiatan tersebut merupakan kegiatan ilegal atau melawan hukum.
Padahal, nilai transaksinya sangat besar. Misalnya, kegiatan penjualan obat
bius dan obat-obat terlarang lainnya.
Sumber :
http//d.wikipedia.org/wiki/Pendapatan_nasional
http//aufarrizky.blogspot.com
http//gery-casakom.blogspot.com
http//rppliliks.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar